Senin, 10 Mei 2010

Indonesia Kurang Sambut Bioteknologi

Indonesia masih kurang mempersiapkan diri menyambut kencangnya arus bioteknologi yang kini menjadi gelombang ekonomi baru yang bakal menjadi kekuatan ekonomi dunia sesudah era teknologi informasi-komunikasi, kata Rektor Universitas Paramadina, Anies Baswedan PhD, di Jakarta, Senin (16/6).

"Bioteknologi kini menjadi gelombang ekonomi baru yang bakal menjadi kekuatan ekonomi dunia. Sudah saatnya Indonesia serius memfasilitasinya untuk berkembang, karena penguasaan bioteknologi tidak hanya meningkatkan pamor Indonesia di dunia, tetapi juga mendatangkan manfaat ekonomis," katanya saat membuka "Talk Show: Biotechnology, The Next Great Entrepreneurial Wave" di Universitas Paramadina.

Menurut dia, Indonesia sebenarnya mempunyai ilmuwan bioteknologi kelas dunia, bahkan banyak pendapat yang menyatakan bahwa dalam bidang biotek sumber daya manusia kita lebih maju dibandingkan Malaysia dan Singapura.

Ia mengatakan, Universitas Paramadina sedang dalam proses mendirikan program studi dan pusat riset bioteknologi.

"Banyak pihak menyatakan komitmen penuh mendukung rencana ini, termasuk dari kalangan swasta yang ternyata sangat concern," tambahnya.

Sementara itu, Ketua Yayasan Memajukan Bioteknologi Indonesia (YMBI), Dr Arief B. Witarto mengemukakan, di antara kekurangan Indonesia dalam bioteknologi adalah minimnya kuantitas sumber daya manusia, karena pendidikan bioteknologi yang ada terbatas hanya pada jenjang S2 dan S3, dan itu pun hanya pada beberapa universitas negeri.

Kondisi tersebut bertolak belakang bahkan dengan negara tetangga Malaysia yang menyebar program studi bioteknologi sejak dari S1, seperti kondisi di negara maju.

"Bahkan, sayangnya lagi, beberapa program studi S1 yang ada di kita hanya berbasis pada aplikasi biologi (MIPA), kedokteran dan sejenisnya. Belum ada yang berbasis teknik/rekayasa seperti sudah lazim di Jepang, Eropa dan AS," kata Arief B Witarto.

Kegiatan diskusi tahap pertama tersebut diselenggarakan oleh Universitas Paramadina bekerjasama dengan YMBI, dengan menghadirkan ahli bioteknologi kelas dunia asal Indonesia seperti Dr Muhammad Arief Budiman, peneliti senior di perusahaan genom AS, Orion Genomics, dan Dr Wahyu Purbowasito ahli ilmu genome imprinting, yang kini menjadi Kepala Laboratorium Teknologi Gen di Balai Pengkajian Bioteknologi.

Diskusi itu menyimpulkan bahwa pengembangan bioteknologi berbasis teknik/rekayasa, manfaat bioteknologi akan lebih terdorong pada penciptaan produk yang harusnya menjadi tiang dari munculnya kewirausahaan bioteknologi (bioenterpreneurship).

Kalau tidak, maka bioteknologi hanya akan menjadi ilmu dan penelitian yang tidak tuntas untuk menelorkan produk yang bermanfaat bagi masyarakat, kata Muhammad Arief Budiman.

Dijelaskannya, bukti bioteknologi merupakan gelombang ekonomi baru setelah teknologi informasi-komunikasi kini sudah muncul dalam dunia kedokteran dan pertanian. Untuk kedokteran, misalnya, obat-obat berbasis protein, seperti insulin untuk diabetes dan inteferon untuk hepatitis, telah menumbuhkan perusahaan farmasi baru seperti Genentech, Amgen, yang unggul dalam bersaing dengan perusahaan farmasi tua seperti Bayerdan sejenisnya. Persis seperti ketika Apple dan Microsoft muncul menyaingi IBM.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar